UJIAN ALLAH TIDAK SAMA

 


Allah memberikan ujian kepada manusia tidak selalu sama, melihat tingkat apa yang harus diujikan. Allah berfirman yang konteksnya ditujukan kepada kaum Bani Israil dalam QS. Al Araf :168

وَقَطَّعْنَاهُمْ فِى الْارْضِ اُممَاً  مِنْهُمُ الصَّالحِوْنَ وَمِنْهُمْ ذُوْنَ ذَالِك وَبَلَوْنَهم بِالحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئاَتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ 

“Kami telah membagi Bani Israil menjadi berbagai macam komunitas atau kelompok umat. sebagian mereka menjadi kelompok orang yang baik-baik, tetapi sebagian yang lain membentuk komunitas yang tidak baik. kami uji mereka dengan nikmat yang baik-baik (menyenangkan), tetapi ada juga ujian yang tidak menyenangkan (memprihatinkan) agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS. Al A’raf :168)

Ayat ini dengan rinci menjelaskan bahwa ujian Allah di dunia ini tidak mesti ujian yang secara lahir menyedihkan atau menyulitkan, tetapi ada juga yang menyenangkan. Ada orang yang diuji dengan hal-hal yang menyenangkan lulus, tetapi pada saat diuji dengan hal-hal yang menyulitkan malah gagal. Sebaliknya, ada orang yang dalam hidupnya saat diuji dengan hal-hal yang menyedihkan atau memprihatinkan lulus, tetapi pada saat diuji dengan hal-hal yang menyenangkan malah jatuh. Sebagai contoh, pada mulanya Qorun merupakan seorang agamawan dan masih ada hubungan famili ( menurut sebagian penafsir) dengan Nabi Musa Alaihissalam, كان من قوم موسى (Kana min qaumi Musa), elitnya masyarakat yang mengikuti ajaran Nabi Musa. Namun setelah dia berhasil dalam satu bidang usaha harta kekayaannya berlimpah ruah, فبغى عليه (Pabagha Alaihi) Dia bertindak sewenang-wenang terhadap Nabi Musa as.

pertama, menjauhkan diri dari semua aktivitas yang selama ini dilakukan bersama Nabi Musa. kedua, menghambat perjuangan Nabi Musa, dan akhirnya ketiga, memusuhi Nabi Musa bahkan tidak mengindahkan peringatannya dan tidak mengakui sama sekali bahwa kesuksesannya merupakan anugerah dan rahmat dari Allah SWT. Dia dengan arogan mengatakan bahwa apa yang diperolehnyaمن علم adalah (min ilmin) karena kepandaiannya atau kemampuannya semata. Qorun merupakan tipikal orang yang pada waktu miskin justru baik, tetapi pada saat dia berada pada puncak keberhasilan dan kesuksesan malah gagal dan jatuh pada kekafiran.

Alquran menceritakan, pernah timbul keinginan dari orang-orang mukmin agar diberi keluasan rezeki dan semua menjadi orang kaya, tetapi Allah mengatur rezeki hamba-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Allah maha tahu karena tiap-tiap orang memiliki potensi dan performa untuk menjadi kaya atau miskin. Ada sebagian orang yang tipikal dan potensial menjadi kaya, ada pula yang memang pantas menjadi orang miskin. Bahkan diantara keduanya memang ada orang yang tidak bisa menjadi miskin. Jjika dia miskin maka potensial untuk melakukan kekufuran. كَادَا الْفَقْرُ اَنْ يَّكُوْنَ كُفْرًا “hampir-hampir saja ia terjerumus kedalam kekufuran akibat kemiskinan”.

Sebaliknya ada orang yang kaya tetapi potensial untuk mengingkari nikmat Allah. Itulah sebabnya pada waktu Nabi Muhammad ditantang, diberi peluang oleh Malaikat Jibril untuk memilih : “Muhammad”, saya akan mengubah semua kerikil yang ada di Mekah ini menjadi emas dan bisa kamu manfaatkan untuk kebutuhan apa saja. Nabi sebagai orang yang cerdas mengatakan, “tidak ya Jibril”. Saya tidak ingin begitu. “Kalau begitu apa gerangan yang kamu inginkan?” kata Jibril. Nabi menjawab, “Saya ingin pada suatu waktu hidup saya berkecukupan agar dapat bersyukur, tetapi pada saat yang lain Saya ingin kekurangan agar bisa bersabar. Antara syukur dan sabar inilah sebenarnya yang saya inginkan. sejauh mana orang bisa menguji kesabarannya justru pada saat dalam kekurangan, tetapi sejauh mana orang bisa bersyukur pada Allah SWT. adalah pada saat ia memperoleh nikmat dan kebahagiaan. Di situlah ukuran tingkat kesabaran dan kesyukuran seseorang pada Allah SWT.

Dalam potongan ayat lain yang hampir semakna menyebutkan :

وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ

“saya akan menguji kalian dengan hal-hal yang tidak menyenangkan (keburukan), tetapi lain waktu kami uji dengan hal-hal yang yang menyenangkan (kebaikan) sebagai cobaan, pada kamilah nasibmu akan dikembalikan ( QS Al Anbiya. : 35)


Sebagai konklusinya, antara kesenangan dan kesusahan, kebahagiaan dan duka lara, sakit dan sehat, senang dan susah pada hakikatnya sama. Perbedaannya adalah pada penerimaan seseorang menghadapi kondisi tersebut. Apakah ia menyadari bahwa kesenangan dan derita sama-sama merupakan ujian atau tidak. Di sinilah sebetulnya yang membutuhkan kesadaran bahwa dalam memasuki proses, kondisi apapun dan bagaimanapun seseorang tidak lepas dari penilaian Allah. penilaian Allah Itulah yang menentukan ranking seseorang di hadapan-Nya.

Wallohu A’lam. Demikian, semoga bermanfaat.

 


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "UJIAN ALLAH TIDAK SAMA"

Posting Komentar